Ragam Pertiwi Ragam Pertiwi Ragam Pertiwi Ragam Pertiwi Ragam Pertiwi Ragam Pertiwi Ragam Pertiwi

o

Sabtu, 01 Desember 2012

Suku Asmat

Suku Asmat adalah salah satu suku dari 315 suku asli/pribumi Tanah Papua yang hidup di dua wilayah, yakni wilayah pesisir pantai selatan Papua atau di tepi sungai, kehidupan keseharian mereka suka mencari ikan, meramu (menokok sagu) dan berburu serta di wilayah pedalaman yaitu  masyarakat asmat yang hidup di daerah rawa-rawa dan sungai serta danau, mereka suka mencari ikan, nelayan, meramu (menokok sagu) dan tidak bercocok tanam. 

Barangkali karena tinggal di dua wilayah yang berbeda sehingga mereka memiliki perbedaan dialek bahasa, cara hidup, strata sosial dan pesta ritual.  

Terlepas dari dua perbedaan di atas, suku Asmat sendiri sebenarnya terdiri dari dua belas sub suku, yakni : Joirat, Emari Ducur, Bismam, Becembub, Simai, Kenekap, Unir Siran, Unir Epmak, Safan, Armatak, Brasm dan Yupmakcain. 


Pembagian sub suku ini terjadi dalam lingkungan masyarakat Asmat sendiri akibat tempat tinggal, kiat menyikapi lingkungan serta persebaran masing-masing kelompok masyarakat dalam suku Asmat.

Sedangkan kata Asmat itu sendiri bermakna manusia kayu atau pohon. Versi kedua mengenai makna kayu adalah masyarakat Asmat meyakini bahwa yang pertama kali muncul di permukaan bumi adalah pohon-pohonan. 

Pohon-pohon itu adalah ucu (beringin) dan pas (kayu besi), yang diyakini sebagai perwujudan dua mama tua yaitu Ucukamaraot (roh beringin) dan Paskomaraot (roh kayu besi). Barangkali keyakinan mistis inilah yang memberikan kesan bahwa ukiran atau pahatan kayu yang dibuat orang Asmat itu  sangat ‘berjiwa’.

Namun demikian seni-seni ukiran atau pahatan yang muncul ke permukaan ini merupakan sebagian kecil dari wajah orang Asmat di Papua dan potensi sumber daya alam

Kondisi Geografis Asmat dan data Geografi Kabupaten Asmat

Wilayah yang mereka diami sangan unik. Dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring laba-laba sungai. Di bagian utara, kaki Pegunungan Jayawijaya atau kabupaten Puncak Jaya dan Nduga Jaya, Bagian timur kabupaten Mappi dan Merauke bagian selatan Lautan Arafura serta bagian barat dengan Kabupaten Mimika.

Ukiran Suku Asmat
Wilayah yang didiami oleh Suku Asmat ini telah menjadi Kabupaten sendiri dengan nama Kabupaten Asmat dengan 7 kecamatan atau Distrik. Hampir semua wilayahnya berada di tanah berawa. Hampir setiap hari hujan turun dengan curah 3.000-4.000 milimeter per tahun.Setiap hari juga pasang surut laut masuk ke wilayah ini, sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan berlumpur. Jalan hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk di atas tanah lembek. Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa melalui jalan ini. Orang yang berjalan harus berhati-hati agar tidak terpeleset, terutama saat hujan.

Makanan Pokok

Makanan pokok orang Asmat adalah sagu. Hampir setiap hari mereka makan sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan dan dibakar dalam bara api. Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup di batang pohon sagu. Biasanya ulat sagu dibungkus daun nipah, ditaburi sagu, dan dibakar dalam bara api. Selain itu, sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap.

Namun demikian yang memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih. Air tanah sulit didapat karena wilayat mereka merupakan tanah berawa. Terpaksa menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Agama

Masyarakat suku Asmat beragama Katolik, Protestan dan Animisme yakni suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung. Bagi suku Asmat, ulat sagu merupakan bagian penting dalam ritual mereka. Setiap ritual ini diadakan, dapat dipastikan kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan (Kal Muller, Mengenal Papua, 2008, hal 31).

Rumah Tradisional

Rumah tradisional Asmat adalah jeu dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih bisa dijumpai rumah tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah tinggal di atas pohon.

Transportasi

Alat tranpotasi yang digunakn untuk menjangkau daerah ini(Asmat) baik masuk keluar Asmat ataupun atara kecamatan/distrik di Asmat adalah dengan menggunangan alat transportasi transportasi air melalui sungai, yaitu perahu, longboat, dan speedboat. Tiket kapal perintis tujuan Merauke-Agats Rp 50.000 - Rp 100.000. Perjalanan ditempuh dua hari dua malam jika cuaca normal. Bila cuaca buruk, perjalanan bisa sekitar lima hari. Kapal perintis tak hanya berlabuh di Agats, tapi di Distrik Atsy, Sawa Erma, dan Pantai Kasuari yang berbatasan dengan Laut Arafuru.

Ukiran Suku Asmat
Transportasi udara sangat mahal dan terbatas. Hanya Distrik Agats dan Pantai Kasuari yang terjangkau transportasi udara.Agats mempunyai lapangan terbang dengan landasan 600 x 20 meter menggunakan permukaan landasan tikar baja.Bandara Ewer ini bisa didarati pesawat twin otter Merpati dan Mimika Air dengan rute Jayapura, Timika, Agats. 

Sedangkan bandara di Pantai Kasuari permukaan landasannya tanah pasir dan batu dan hanya didarati pesawat Merpati rute Merauke-Pantai Kasuari.Intensitas penerbangan menuju Agats dan Pantai Kasuari seminggu dua sampai tiga kali. Namun, ongkos perjalanan sekitar  Rp 800.000 dirasa sangat mahal bagi masyarakat setempat.

Sumber Daya Alam

Selain ikan, cucut, kepiting, udang, teripang, dan cumi-cumi ikan penyu dan hewan air lainnya yang merinpah ruah, daerah Asmat juga memiliki sumber daya alam yang aman luar biasa seperti : kayu, rotan, gaharu, kemiri, kulit masohi, kulit lawang, damar,  dan kemenyan.

Wanita dalam Pandangan suku Asmat



Simbolisasi perempuan dengan flora dan fauna yang berharga bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta bakung) seperti arti kata Asmat di atas, menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat Asmat menempatkan perempuan sebagai makhluk yang sangat berharga bagi mereka.

Hal ini tersirat juga dalamberbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat, tersembunyi suatu realita derita para ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar oleh dunia luar.

Derita perempuan Asmat adalah menjadi pelakon tunggal, dalam menghidupi suku tersebut. Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya, mulai dari mencari ikan, udang, kepiting dan tambelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua, menebang pohon sagu, menokok, membawa sagu dari hutan memasak dan menyajikan.Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termasuk mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Komentar:
di Indonesia terdiri dari berbagai suku yang beragam, hal inilah yang menjadikan Indonesia unik.
disetiap suku mempunyai beberapa kepercayaan yang menurut saya masuk akal dan tidak masuk akal, ada juga kepercayaan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.
kepercayaan yang masuk akal dan bermanfaat seperti di suku asmat ini misalnya, para penduduk suku asmat mempercayai bahwa dirinya adalah bagian dari alam. sehingga menyebabkan mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. hal itulah yang wajib kita contoh.
namun ada kepercayaan yang tidak masuk akal dan tidak bermanfaat seperti para suku asmat membuat rnamen / motif yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. menuru saya itu tidak masuk akal. namun saya menghargai keadaan suku asmat yang seperti itu. dan keadaan suku-suku lain yang berada di indonesia
Saran:
hargai setiap keberagaman suku diIndonesia, walaupun berbeda, tapi perbedaan itu yang membuat unik. Pertahankan keyakinan yang masuk akal dan bermanfaat, dan Disetiap suku yang ada di indonesia harus merasakan perkembangan teknologi yang ada, walaupun hanya sedikit.

Posting Komentar